Minggu, 04 Oktober 2015

Tinjauan Pustaka


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Konsep Dasar
1.         Konsep Pengetahuan
a.         Pengertian
Ilmu pengetahuan tersusun untuk membangun kehidupan agar lebih beradab dan lebih bermakna, artinya, ilmu pengetahuan mempunyai misi etis untuk menjunjung tinggi martabat manusia (Komaruddin, 2004) sedangkan pengetahuan menurut kamus besar umum bahasa Indonesia edisi ketiga adalah segala sesuatu yang diketahui berkenan dengan hal mata pelajaran (Poerwadarminta, 2004). Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau tahu seseorang terhadap obyek melalui indra yang memilikinya mata, hidung, telinga dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera mereka yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan raba.sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh memalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Menurut taufik (2007) pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, penciuman, raba). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Dikutip dari Wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas (irmayanti, 2007). Pengetahuan adalah struktur organisasi pengetahuan yang biasanya merupakan suatu fakta prosedur dimana jika dilakaukan akan memenuhi kinerja yang mungkin (Gordon, 2005).
Menurut kamus besar bahasa Indonesia 2001 edisi ke tiga, ilmu artinya adalah pengetahuan dan kepandaian dan penjelasan dan beberapa contohnya, maka yang dimaksud pengetahuan kepandaian tersebut tidak saja berkenan dengan masalah keadaan alam, tapi juga termasuk “kebatinan” dan persoalan – persoalan lainnya. Sebagaimana yang sudah kita kenal mengenai beberapa macam nama ilmu, maka tampak dengan jelas bahwa cakupan ilmu sangatlah luas misalnya ilmu ukur, ilmu bumi, ilmu dagang, ilmu hitung,ilmu silay, ilmu tauhid, ilmu mantek, ilmu batin (kebatinan), ilmu hitam dan sebagainya.
Ilmu Pengetahuan tersusun untuk membangun kehidupan agar lebih beradab dan lebih bermakna. Artinya, ilmu pengetahuan mempunyai misi etis untuk menjunjung tinggi martabat manusia (Komaruddin, 2004).
Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya seseorang yang sedang mencicipi makanan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa dan aromamasakan tersebut. Pengetahuan itu sendiri memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi, menurut Notoatmodjo (2003) ialah faktor internal (umur dan IQ) dan faktor eksternal (lingkungan, sosial budaya, pendidikan, informasi dan pengalaman).
b.        Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentukan tindakan seseorang (over behavior) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:
1)        Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengikat atau materi yang telah dipelajari sebelimnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengikat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.


2)        Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah peham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
3)        Aplikasi
Aplikasi diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4)        Analisis
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen – komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan anaisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5)        Sintesis
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampujan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi – formulasi yang ada.
6)        Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu kreteria yang ditemukan sendiri, atau menggunakan kreteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2005).
c.         Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
1)        Faktor Internal
a)         Umur
Gunarso (2002) mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang maka proses – proses perkembangan mentalnya bertanbah baik, akan tetapi umur – umur tertentu bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak dapat secapat ketika berusia belasan tahun.
b)        Jenis kelamin
Sampai saat ini belum ada petunjuk yang menguatkan tentang adanya perbedaan skill, sikap, minat, temperamen, bakat dan pola tingkah laku antara laki – laki dan perempuan merupakan hasil dari perbedaan, tradisi kehidupan dan bukan semata – mata perbedaan jenis kelamin, selain itu fakta menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pria dan wanita dalam hal intelegensi dan uraian ini dapat kita ketahui bahwa tidak ada perbedaan antara pengetahuan yang diperoleh laki – laki maupun perempuan (Abu Ahmadi, 2001).
c)         IQ (Intelegency Quotient)
Menurut Abi Ahmadi (2001), semakin tinggi IQ seseorang maka orang tersebut akan semakin cerdas. Dari sini dapat kita ketahui bahwa IQ seseorang itu bias menentukan besarnya pengetahuan yang diperolehnya, karena orang kaya yang IQ-nya tinggi kemampuan untuk menyerap ilmu pengetahuannya juga bagus.
2)       Faktor Eksternal
a)         Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berfikir seseorang.
b)        Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.
c)         Pekerjaan
Kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah (Adi, 2001). Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupannya sehingga ibu tidak punya banyak waktu untuk mendapatkan informasi. Manusia memerlukan sesuatu pekerjaan untuk dapat berkembang dan berubah. Seseorang bekerja untuk mencapai suatu keadaan yang lebih dari pada keadaan sebelumnya. Dengan bekerja seseorang dapat berbua yang bernilai, bermanfaat dan memperoleh barbagai pengalaman (Nursalam, 2001).
d)        Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
e)         Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Hendra, 2010).
d.       Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diketahui dari subyek penelitian atau responden. Pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2003).
Cara pengukuran menggunakan skala pengukuran ordinal yaitu pengukuran dimana angka yang digunakan dalam ordinal menetapkan posisi relative dari beberapa sub kelas. Sedangkan pengelompokan pengetahuan dikategorikan apabila :
1)        baik bila skor ≥ 76
2)        cukup bila skor ≤ 56 – 75
3)        kurang bila skor ≤ 40 – 55
4)        tidak baik bila skor ≤ 40
Sebaliknya data kualitatif yang ada sering kali dikualitatifkan, diangkatuntuk sekedar mempermudah penggabungan 2 atau lebih data variable. Setelah terdapat hasil akhir lalu dikualitatifkan kembali dan ini disebut teknik deskriptif (Suharsimi, 2006).
e.        Proses Menerima Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang. Dalam Notoatmodjo (2007) Rogers (1974) berpendapat bahwa didalam diri seseorang sebelum menerima suatu proses yang berurutan yaitu :
1)      Awareness (keadaan)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2)      Interes (tertarik)
Orang tertarik terhadap objek tersebut.
3)      Education (menilai)
Orang menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.


4)      Trial (uji coba)
Orang mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5)      Adoption (menerima)
Orang telah berperilaku dengan pengetahuan dan kesadaran apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku memulai proses diatas maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya perilaku tidak disadari pengetahuan maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).
f.         Cara Memperoleh Pengetahuan
Berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni (Notoatmodjo, 2005) :
1)      Cara tradisional atau non-ilmiah
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistemik dan logis.
2)      Cara modern atau cara ilmiah
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada hal ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular disebut metodelogi penelitian.

2.         Konsep Sikap
a.         Pengertian
Menurut Notoadmojo (2003) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap adalah suatu hal yang menentukan sifat, hakikat, baik perbuatan sekarang maupun perbuatan yang akan datang. Oleh karena itu ahli psikologi W.J. Thomas memberi batasan sikap sebagai suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin akan akan terjadi didalam kegiatan-kegiatan sosial. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Abu Ahmadi, 2007).
Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau issue (Azwar S., 2000). Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Soekidjo Notoatmojo, 2003). Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2007).
Sikap adalah pandangan - pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi (Heri Purwanto, 2000). Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan jalan pikiran dan perilaku (Ramdhani, 2008). Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue (Petty dkk, 1986 dalam Azwar, 2007).
Menurut Walgito dalam Kusumastuti (2010), sikap sangat berkaitan erat dengan tingkat pengetahuan seseorangnya. Sikap seseorang terhadap suatu objek menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan. Berdasarkan teori adaptasi apabila tingkat pengetahuan baik setidaknya dapat mendorong untuk mempunyai sikap dan perilaku yang baik pula (Widodo dalam Juliastika,dkk, 2012).
Menurut Azwar (2007) Respons yang digunakan untuk penyimpulan sikap dibagi menjadi 2 yaitu verbal dan non verbal dimana didalamnya terbagi lagi menjadi 3 bagian yaitu terdiri dari respon kognitif, afektif dan konatif. Respon kognitif verbal merupakan pernyataan mengenai apa yang dipercayai atau diyakini mengenai objek sikap. Respon afektif verbal dapat dilihat pada pernyataan verbal perasaan seseorang mengenai seseorang. Respon afektif non verbal berupa reaksi fisik seperti ekspresi muka yang mencibir, tersenyum, gerakan tangan, yang dapat menjadi indikasi perasaan seseorang apabila dihadapkan pada objek sikap. Respons konatif pada dasarnya merupakan kecenderungan untuk berbuat. Dalam bentuk verbal, intensi ini terungkap lewat pernyataan keinginan melakukan atau cenderung untuk melakukan.
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2005) ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok salah satunya adalah pengetahuan yang tergolong sebagai faktor yang mempermudah (Presdisposing factor). Pengetahuan juga merupakan domain koginitif yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru didasari pengetahuan maka akan bersifat langgeng, sebaliknya jika perilaku tidak didasari oleh pengetahuan maka tidak akan berlangung lama.
Allport (1945) yang dikutip dari Notoatmodjo (2007)  menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1)       Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap  suatu objek
2)       Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3)       Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang sikap, sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditarsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003).
Pengukuran sikap  dapat menggunakan Model Guttman, skala ini merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari pertanyaan atau pernyataan ya, dan tidak, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju, benar dan salah. Skala Guttman ini pada umumnya dibuat seperti checklist dengan interpretasi penilaian, apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0 dan analisisnya dapat dilakukan seperti skala likert (Hidayat, 2007).
b.        Tingkatan Sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan:
1)      Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang yang diberikan (obyek).
2)      Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap.
3)      Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mngerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4)      Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat silakukan secara langsung dan dapat juga secara tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat suatu pertanyaan respon terhadap suatu objek. Orang lain berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tindakannya. Namun secara tidak mutlak dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan loncatan untuk terjadinya perubahan prilaku (Notoatmodjo, 2003).
c.         Pengukuran sikap
Dari tipe – tipe skala pengukuran tersebut, maka dalam pembahasan ini hanya dikemukakan skala untuk mengukur sikap. Perkembangan ilmu sosiologi dan psikologi, maka instrument penelitian akan lebih menekankan pada pengukuran sikap, yang menggunakan skala sikap (Riduwan, 2009).
1)        Skala Likert
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator – indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator – indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrument yang berupa pertannyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata – kata seperti sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, sangat tidak setuju. Sangat puas, puas, cukup puas, kurang puas, tidak puas. Sangat benar, benar, cukup benar, salah, sangat salah.
2)        Skala Guttman
Skala Guttman merupakan skala kumulatif. Jika seseorang menyisakan pertanyaan yang berbobot lebih berat, ia akan mengiyakan pertanyaan yang kurang berbobot lainnya. Skala Guttman mengukur suatu dimensi saja dari suatu variabel yang multidimensi. Skala Guttman disebut juga skala scalogram yang sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dari sikap atau sifat yang diteliti, yang sering disebut dengan attribute universal. Pada skala Guttman terdapat beberapa pertanyaan yang diurutkan secara hierarkis untuk melihat sikap tertentu seseorang. Jika seseorang menyatakan tidak terhadap pernyataan sikap tertentu dari sederetan pernytaan itu, ia akan menyatakan lebih dari tidak terhadap pernyataan berikutnya.
Skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Misalnya yakin – tidak yakin, ya – tidak, benar – salah, positif – negatif, pernah – belum, setuju – tidak setuju dan lain sebagainya.

3)        Skala Diferensial Semantik (Sematic defferensial Scale)
Skala Diferensial Sematik atau skala perbedaan sematik berisikan karakteristik bipolar (dua katup), seperti : panas – dingin, popular – tidak popular, baik – tidak baik dan sebagainya.
Karakteristik bipolar tersebut mempunyai tiga dimensi dasar sikap seseorang terhadap objek, yaitu:
a)         Potensi, yaitu kekuatan atau aatraksi fisik suatu objek.
b)        Evaluasi, yaitu hal – hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan suatu objek.
c)         Aktivitas, yaitu tingkat gerakan suatu objek (Jusman Iskandar dan Karolina Nitimihardjo, 2000).
4)      Rating  Scale
Berdasarkan ke-3 skala pengukuran, yaitu: Skala Likert, Skala Guttman, dan Skala perbedaan sematik, data yang diperoleh adalah data kualitatif yang kuantitatifkan. Sedangkan Rating Scale yaitu data mentah yang didapat berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Respon menjawab, misalnya : ketat – longgar, sering dilakukan – tidak pernah dilakukan, lemah – kuat, positif – negative, ini adalah semua adalah merupakan contoh data kualitatif.


5)      Skala Thurstone
Skala Thurstone meminta responden untuk memilih pernyataan yang ia setujui dari beberapa pernyataan yang menyajikan pandangan yang berbeda – bada. Pada umumnya setiap item mempunyai asosiasi nilai antara 1 sampai dengan 10, tetapi nilai – nilainya tidak diketahui oleh responden. Pemberian nilai berdasarkan jumlah tertentu pernyataan yang dipilih oleh responden mengenai angket tersebut.
Perbedaan antara skala Thurstone dan skala Likert ialah pada skala Thurstone interval yang panjangnya sama memiliki intensitas kekuatan yang sama, sedangkan pada skala Likert tidak perlu sama.
d.        Pembentukan Sikap
Sikap timbul karena ada stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya : keluarga, norma, golongan agama, dan adat istiadat. Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk sikap putra-putrinya. Sebab keluargalah sebagai kelompok primer bagi anak merupakan pengaruh yang paling dominan. Sikap seseorang tidak selamanya tetap. Ia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar yang bersifat positif dan mengesankan. Antara perbuatan dan sikap ada hubungan yang timbal balik. Tetapi sikap tidak selalu menjelma dalam bentuk perbuatan atau tingkah laku. Orang kadang-kadang menampakkan diri dalam keadaan “diam”saja (Abu Ahmadi, 2007).
1)        Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap
a)         Faktor intern yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terdapat pengetahuan dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya. Misalnya : orang yang sangat haus, akan  lebih memperhatikan perangsang-perangsang yang lain.
b)        Faktor ekstern yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok. Misalnya : Interaksi antara manusia yang dengan kebudayaan manusia  yang sampai padanya melalui alat-alat komunikasi seperti :  surat kabar, radio, televisi, majalah dan lain sebagainya.
c)         Dalam hal ini Sherif mengemukakan bahwa sikap itu dapat diubah atau dibentuk apabila :
(1)     Terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara langsung.
(2)     Adanya komunikasi (yaitu hubungan langsung) dari satu pihak.
Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap terbentuknya dalam hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan antara individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat banyak kemungkinan yang  mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan sehari-hari banyak memiliki peranan penting (Abu Ahmadi, 2007).

3.        Konsep Bayi
a.       Pengertian Bayi
Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai 12 bulan namun tidak ada batasan yang pasti. Pada masa ini manusia sangat lucu tetapi juga rentan terhadap kematian (Wiknjosastro, 2007).
Bayi merupakan makhluk hidup mungil calon manusia yang berbentuk dari pertemuan sperma dan sel telur dalam rahim seorang wanita. Bayi adalah anak usia 0 – 12 bulan. Masa bayi terbagi menjadi atas neonatus dan bayi. Neonatus adalah sejak lahir (0 hari) sampai 28 hari. Diatas 28 hari sampai usia 12 bulan termaksud kategori periode bayi (Subakti dan Anggraeni, 2008).
Masa bayi berlangsung selama dua tahun pertama kehidupan setelah periode bayi baru lahir selama dua minggu. Masa bayi sering dianggap sebagai keadaan tidak berdaya dimana bayi setiap hari belajar untuk semakin mandiri, sehingga diakhir masa bayi dikenal sebagai anak kecil biasa yang diasosiasikan dengan keadaan anak yang sudah dapat berjalan dan menguasai beberapa keterampilan mandiri. Masa bayi adalah masa dasar yang sesuangguhnya, meskipun seluruh masa anak – anak merupakan masa dasar. Banyak ahli berkeyakinan demikian seperti freud yang percaya bahwa penyesuaian diri yang kurang baik pada masa dewasa bermula dari pengalaman – pengalaman masa kanak – kanak yang kurang baik. Kemudian Ericson (1964) juga percaya bahwa cara bayi diperlakukan akan menentukan apakah ia akan mengembangkan “dasar kepercayaan” atau “dasar tidak percaya”, memandang dunia sebagai suatu yang aman dan dapat dipercaya atau sebaliknya sebagai ancaman (Marimbi, 2010).
Masa bayi yaitu sejak kelahiran sampai usia 11 bulan yang terbagi menjadi dua bagian yaitu masa neonatal dan masa sesudah lahir. Pada masa neonatus terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ – organ dan pada masa sesudah lahir terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan berlangsung secara terus - menerus terutama meningkatnya fungsi system saraf (Nirwana, 2011).
Bayi adalah individu baru yang lahir didunia. Dalam keadaannya yang terbatas, maka individu baru ini sangatlah membutuhkan perawatan dari orang lain. Janin yang lahir melalui proses persalinan dan telah mampu hidup diluar kandungan (Hidayat, 2004).

4.        Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan (Tumbuh Kembang)
a.       Pengertian Pertumbuhan
Menurut wong (2005) pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang di capai melalui tumbuh kematangan dan belajar (hidayat, 2009).
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran – ukuran tubuh yang meliputi Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB), Lingkar Kepala (LK), lingkar dada (LD), dan lain – lain, atau bertambahnya jumlah dan ukuran sel – sel pada semua system organ tubuh. Perkembangan adalah bertambahan kemampuan atau fungsi semua system orgsn tubuh sebagai akibat bertambahnya kematangan fungsi – fungsi sistem organ tubuh (Vivian, 2011).
Pertumbuhan merupakan komponen pengawasan kesehatan anak yang sangat penting, karena hamper setiap masalah dalam bidang fisiologi, antar orang dan social dapat berpengaruh buruk pada pertumbuhan. Bersama dengan skala yang akurat, papan pengukur, stadiometer, dan pita pengukur, grafik pertumbuhan memberikan informasi paling banyak yang diperlukan pada praktek rutin (Needlman, 2002).
Pertumbuhan (growth) adalah berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu yang diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur , tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh), (Soetjiningsih, 2005).
b.         Ciri – Ciri Pertumbuhan
Dalam peristiwa pertumbuhan dan perkembangan anak memiliki berbagai ciri khas yang membedakan komponen satu dengan yang lain. Menurut Hidayat (2009) pertumbuhan memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
1)        Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada dan lain – lain.
2)        Dalam pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi hingga dewasa.
3)        Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya ciri – ciri lama yang ada selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu, atau hilangnya reflek – reflek tertentu.
4)        Dalam pertumbuhan terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti proses kematangan, seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis, atau dada.
c.       Penilaian pertumbuhan fisik
Dalam melakukan penilaian terhadap pertumbuhan anak, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi tumbuh kembang anak, di antaranya dengan pengukuran antropometri, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologi.
1)        Pengukuran antropometri
Pengukuran antropometri ini meliputi pengukuran berat badan tinggi badan (panjang badan), lingkar kepala, dan lingkar lengan atas. Dalam pengukuran antropometri terdapat dua cara dengan pengukuran, yaitu pengukuran berdasarkan usia dan pengukuran tidak berdasarkan usia. Pengukuran berdasarkan usia misalnya berat badan berdasarkan usia, tinggi badan berdasarkan usia, dan lain – lain. Sedangkan pengukuran tidak berdasarkan usia misalnya pengukuran berat badan berdasarkan tinggi badan, lingkar lengan atas berdasarkan tinggi badan, dan lain – lain.


a)        Pengukuran berat badan
Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi atau tumbuh kembang anak. Selain menilai berdasarkan status gizi dan tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam tindakan pengobatan.
Selain penggunaan standar baku NCHS juga dapat digunakan kartu menuju sehat (KMS). Sebagaimana penelitian Anwar (2003), dengan adanya KMS perkembangan anak dapat dipantau secara praktis, sederhana, dan mudah.
b)        Pengukuran tinggi badan
Pengukuran ini digunakan untuk menilai status perbaikan gizi. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan sangat mudah dalam menilai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Penilaian tinggi badan berdasarkan usia menurut WHO dengan standar baku NCHS yaitu menggunakan presentase dari median sebagai berikut: lebih dari atau sama dengan 90% dikatakan normal, sedangkan kurang dari 90% dikatakan malnutrisi kronis (abnormal).
Tujuan pengukuran BB/TB adalah untuk menunjukkan status gizi anak, apakah anak termasuk normal, kurus, kurus sekali atau gemuk. Jadwal pengukuran BB/TB disesuaikan dengan jadwal deteksi dini tumbuh kembang balita.
c)      Pengukuran lingkar kepala
Pengukuran lingkar kepala ini digunakan sebagai salah satu parameter untuk menilai pertumbuhan otak. Dengan penilaian, ini, dapat dideteksi secara dini apabila terjadi pertumbuhan otak mengecil yang abnormal (mikrosefali) yang dapat mengakibatkan adanya retardasi mental atau pertumbuhan otak membesar yang abnormal (volume kepala meningkat) yang dapat disebabkan oleh penyumbatan pada aliran cairan serebrospinalis. Penilaian ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan kurva lingkar kepala.
Lingkar kepala bayi baru lahir di Indonesia 33cm (di negeri maju 35cm), kemudian pada umur 1 tahun menjadi 44cm (di negeri maju 47cm). pada umur 10 tahun menjadi 53cm dan pada orang dewasa 55 – 58cm. ukuran lingkaran kepala penting diketahui yaitu untuk mengetahui perubahan dalam pertumbuhan otak.
Tujuan pengukuran lingkaar kepala adalah untuk mengetahui lingkaran kepala anak apakah berada dalam batas normal atau diluar batas normal. Jadwal pengukuran lingkar kepala disesuaikan dengan usia anak. Untuk anak berusia 0 – 11 bulan pengukuran dilakukan setiap 3 bulan dan untuk anak berusia 12 – 72 bulan pengukuran dilakukan setiap 6 bulan.
d)     Pengukuran lingkar lengan atas
Penilaian ini digunakan untukk menilai jaringan lemak dan otot, namun penilaian ini tidak benyak berpengaruh pada keadaan jaringan tubuh apabila dibandingkan dengan berat badan. Penilaian ini juga dapat dipakai untuk menilai status gizi pada anak.
2)        Pemeriksaan Fisik
Penilaian terhadap pertumbuhan anak dapat juga ditentukan dengan melakukan pemeriksaan fisik, melihat bentuk tubuh, membandingkan bagian tubuh dan anggota gerak lainnya, menentukan jaringan otot dengan memeriksa lengan atas, bokong, dan paha, menentukan jaringan lemak, melakukan pemeriksaan pada triseps, serta menentukan pemeriksaan rambut dan gigi.
3)        Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan guna menilai keadaan pertumbuhan dan perkembangan anak yang berkaitan dengan keberadaan penyakit. Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan kadar hemoglobin, pemeriksaan serum protein (albumin dan globulin), hormonal, dan pemeriksaan – pemeriksaan lain yang dapat menunjang penegakan diagnosis suatu penyakit ataupun evaluasinya.
4)         Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai usia tumbuh kembang, seperti usia tulang apabila dicurigai adanya gangguan pertumbuhan. Penyakit akut yang berat dapat menghambat pertumbuhan anak, tapi bila hambatan yang terjadi tidak besar, maka keterlambatan pertumbuhan tersebut masih dapat dikejar. Penyakit kronis juga akan menghambat pertumbuhan dan keterlambatan pertumbuhan yang diakibatkannya lebih sukar dikejar. Selain penyakit, makanan, keadaan sosial – ekonomi, terdapat pula beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan yaitu :
a)        Faktor genetis
Tidak semua orang mempunyai panjang / tinggi badan yang sama. Kemampuan untuk menjadi panjang atau pendek diturunkan menurut ketentuan tertentu, sehingga anak yang tinggi biasanya berasal dari orang tua yang tinggi pula.
b)        Beberapa hormon yang mempengeruhi pertumbuhan
(1)      Hormon pertumbuhan hipofisis mempengaruhi pertumbuhan jumlah sel tulang.
(2)      Hormone tiroid yang mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan tulang.
Hormon kelamin pria di testis dan kelenjar suprarenalis dan pada wanita di kelenjar suprareunalis, merangsang pertumbuhan selama jangka waktu yang tidak lama. Disamping itu hormone tersebut juga merangsang pematangan tulang sehingga pada suatu waktu pertummbuhan berhenti. Hormon ini bekerja terutama pada pertumbuhan cepat selama masa akil balik.
d.        Pengertian Perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan (Soetjiningsih, 2005).
Menurut Soetjiningsih (2005) perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Perkembangan termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkunannya.
Perkembangan anak menurut Dr. Mary Sheridan merupakan pediatrik perkembangan memperhatikan proses maturasi (dari fetus yang variable sampai ke pertumbuhan yang penuh) struktur dan fungsi anak normal dan tidak normal, untuk tiga tujuan, yaitu meningkatkan kesehatan fisik dan mental yang optimal untuk semua anak, menjamin diagnosis dini dan pengobatan yang efektif dari kondisi ketidakmampuan tubuh, ingatan dan kepribadian, menemukan penyebab dan melakukan pencegahan pada kondisi ketidakmampuan (Insley, 2005).
Perkembangan adalah suatu proses pematangan majemuk yang berhubungan dengan aspek diferensiasi bentuk atau fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi (Suryana, 2006).
e.          Ciri – ciri perkembangan
Menurut Narendra (2002) perkembangan memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1)        Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti dari perubahan fungsi, seperti perkembangan system reproduksi akan diikuti perubahan pada fungsi alat kelamin.
2)        Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hokum tetap, yaitu perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju kearah kaudal atau dari bagian proksimal kebagian distal.
3)        Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari kemampuan melakukan hal yang sederhana menuju kemampuan melakukan hal yang sempurna.
4)        Perkembangan setiap individu memiliki kecepatan pencapaian perkembangan yang berbeda.
5)        Perkembangan dapat menetukan pertumbuhan tahap selanjutnya, dimana tahapan perkembangan harus dilewati tahap demi tahap.
f.          Perkembangan pada anak
Menurut Hidayat (2009) Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus, perkembangan motorik kasar, perkembangan bahasa, dan perkembangan perilaku / adaptasi sosial.
1)        Perkembangan motorik halus
Perkembangan halus pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut.
a)        Masa neonatus (0 – 28 hari)
Perkembangan motorik halus pada masa ini dimulai dengan nadanya kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila kita memberikan respons terhadap gerakan jari atau tangan.
b)       Masa bayi (28 hari – 1 tahun)
(1)      Usia 1 – 4 bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat melakukan hal – hal seperti memegang suatu objek, mengikuti objek dari sisi ke sisi, mencoba memegang dan memasukkan benda ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas, meperhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta menahan benda ditangan walaupun hanya sebentar.
(2)      Usia 4 – 8 bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah sudah mulai mengamati benda, menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang, mengeksplorasi benda yang sedang dipegang, mengambil objek dengan dengan tangan tertangkap, mampu menahan kedua benda dikedua tangan secara stimultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai satu kesatuan, serta memindahkan objek dari satu tangan ketangan yang lain.
(3)      Usia 8 – 12 bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah mencari atau meraih benda kecil, bila diberi kubus mampu memindahkan, mengambil, memegang dengan telunjuk dan ibu jari, membenturkannya, serta meletakkan benda atau kubus ketempatnya.
2)        Perkembangan motorik kasar
Menurut Hidayat (2009) Perkembangan motorik kasar pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut.
a)        Masa neonatus (0 – 28 hari)
Perkembangan motorik kasar yang dapat dicapai pada usia ini diawali dengan tanda gerakan seimbang pada tubuh dan mulai mengangkat kepala.

b)       Masa bayi (28 hari – 1 tahun)
Perkembangan motoriK kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk dipangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring terlentang, berguling dari terlentang kemiring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha untuk merangkak.
(1)      Usia 1 – 4 bulan
Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang, mampu duduk dengan kepala tegak, jatu terduduk dipangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, control kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring terlentang, berguling dari telentang kemiring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan berusaha untuk merangkak.
(2)      Usia 4 – 8 bulan
Perkembangan motorik kasar awal bulan ini dapat dilihat pada perubahan dalam aktivitas, seperti posisi telungkup pada alas dan sudah mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua tangannya. Pada bulan ke-4 sudah mampu memalingkan kepala kekanan dan kekiri, duduk dengan kepala tegak, membalikkan badan, bangkit dengan kepala tegak, menumpu beban pada kaki dengan lengan berayun kedepan dan kebelakang, berguling dari terlentang ke tengkurap, serta duduk dengan bantuan dalam waktu yang singkat.
(3)      Usia 8 – 12 bulan
Perkembangan motorik kasar dapat diawali dengan duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit lalu berdiri, berdiri 2 detik, dan berdiri sendiri.
3)        Perkembangan bahasa
Berikut ini akan disebutkan pekembangan bahasa pada tiap – tiap tahap usia anak.
a)        Masa neonatus (0 – 28 hari)
Perkembangan bahasa masa neonatus ini dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan bersuara (menangis) dan beraksi terhadap suara atau bel.
b)        Masa bayi (28 hari – 1 tahun)
(1)      Usia 1 – 4 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya kemampuan bersuara dan dan tersenyum, mengucapkan huruf hidup, berceloteh, mengucapkan kata “ooh  / ahh”, tertawa dan teriak, mengoceh spontan, serta beraksi dengan mengoceh.
(2)      Usia 4 – 8 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini dapat menirukan bunyi atau kata – kata, menoleh kearah suara atau sumber bunyi, tertawa, menjerit, menggunakan vokalisasi semakin banyak, serta menggunakan kata yang terdiri atas dua suku kata dan dapat membuat dua bunyi vokal yang menggunakan kata yang terdiri atas dua suku kata dan dapt membuat dua bunyi vokal yang bersamaan seperti “ba – ba”.
(3)      Usia 8 – 12 bulan
Perkembangan bahasa pada usia ini adalah mampu mengucapkan kata “papa” dan Mama” yang belum spesifik, mengocek hingga mengatakan secara spesifik, serta dapat mengucapkan 1 – 2 kata.
4)        Perkembangan perilaku sosial / adaptasi sosial
Perkembangan perilaku pada tahap tumbuh kembang tiap usia adalah sebagai berikut.
a)        Masa neonatus (0 – 28 hari)
Perkembangan adaptasi sosial atau perilaku masa neonatus ini dapat ditunjukkan dengan adanya tanda – tanda tersenyum dan mulai menatap muka untuk mengenali seseorang.
b)        Masa bayi (28 hari – 1 tahun)
(1)      Usia 1 – 4 bulan
Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dapat diawali dengan kemampuan mengamati tangannya, tersenytum spontan dan membalas senyum bila diajak senyum, mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan kontak, tersenyum pada wajah manusia, waktu tidur dalam sehari lebih sedikit daripada waktu terjaga, membentuk siklus tidur bangun, menangis bila terjadi sesuatu yang aneh, membedakan wajah – wajah yang dikenal dan tidak dikenal, sengan menatap wajah – wajah yang dikenalnya, serta terdiam bila ada orang yang tak dikenal (asing).
(2)      Usia 4 – 8 bulan
perkembangan adaptasi sosial pada usia ini antara lain anak merasa takut dan terganggu dengan keberadaan orang asing, mulai bermain dengan mainan, mudah frustasi, serta memukul – mukul lengan dan kaki jika sedang kesal.


(3)      Usia 8 – 12 bulan
Perkembangan adaptasi social pada usia ini dimulai dengan kemampuan bertepuk tangan, menyeatakan keinginan, sudah mulai minum dengan cangkir, menirukan kegiatan orang, bermain bola atau lainnya dengan orang lain.
g.         Pengertian Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi sejak intrauterin dan terus berlangsung sampai dewasa, dalam proses mencapai dewasa inilah anak harus melalui berbagai tahap tumbuh kembang. Sebelum masa kanak – kanak berakhir, tubuh anak akan mempersiapkan diri untuk memulai tahap pematangan kehidupan kelaminnya (Hurlock, 2003).
Tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar jumlah,ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bias diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, m), umur, tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan atau skill dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Marimbi, 2010).
Pertumbuhan dan perkembangan adalah proses yang saling berkaitan, terjadi secara berkesinambungan dan terus-menerus dalam kehidupan seseorang, sebagai bagian dari maturasi dan pembelajaran. Pertumbuhan adalah suatu peningkatan ukuran fisik yang dapat diukur baik secara keseluruhan atau sebagian, sedangkan perkembangan merupakan suatu rangkaian peningkatan keterampilan untuk berfungsi (Suriadi & Yulianni, 2006).
Tumbuh Kembang menurut Freud adalah kesenangan berubah dari suatu yang ergonous tubuh ke tempat lain, tingkat maturasi anak menentukan saat perubahan ini terjadi. Jika pemuasan kesukaan berlebihan atau dihambat, anak mungkin menjadi tersangkut secara emosional (terikat) pada tahapan yang khusus. Sesuai denagn tahapan teori psikoseksual Freud, anak toddler berada peda fase anal-muskular (1-3 tahun). Pada fase ini, pemuasan kenikmatan sensual berasal dari retensi dan pengeluaran feses, dengan tubuh member kepuasan berkisar sekitar anus. Mengotori adalah aktivitas yang umum.
Tumbuh Kembang menurut Piaget adalah melihat perkembangan pikiran sebagai kejadian melalui adaptasi terhadap lingkungan. Anak menyesuaikan (mengisi) informasi yang baru ke dalam struktur pemikiran yang sudah ada (skema) dan mengakomodasi (mengubah) skema tersebut untuk menerima informasi yang baru. Usaha untuk keseimbangan (ekuilibrasi) terjadi melalui dua proses ini. Piaget yang menyatukan prinsip epigenetic kedalam teorinya.  Prinsip ini menyebutkan bahwa perkembangan bergantung pada program genetik seseorang dan bahwa setiap aspek atau bagian memiliki waktunya sendiri untuk berpengaruh. Pengaruh genetik yang konstan, maturasi, pengalaman dan interaksis memberi hasil dalam perkembangan kognitif. Teori ini menempatkan manusia dalam peran belajar yang aktif dan adalah hal yang penting bagaimana anak belajar.
Pada tahap sensorimotor, anak belajar mengenal dunia melalui aktivitas sensori dan motorik. Anak secara lambat mengembangkan konsep bahwa orang dan benda merupakan hal yang permanen, walaupun mereka tidak terlihat lagi. Pada tahap ini anak toddler berada pada fase peralihan antara trial and error dan representasi. Pada fase trial an error (12-18 bulan), anak secara aktif mengeksplorasi dunia dan berbagai kegiatan untuk melihat sesuatu yang baru dari sebuah obyek, kejadian atau situasi. Trial an error digunakan untuk memecahkan maslah. Anak mungkin mencoba mendapatkan mainan keluar dari kotak kecil yang terbuka pertama dengan tangan dan kemudian membalik kotak tersebut dan menumpahkan isinya keluar. Anak memahami bagian benda yang tidak pada tempatnya jika terlihat.
Pada fase representasi (18-24 bulan), toddler mulai menciptakan gambaran mental dan dengan demikian dapat menciptakan cara yang baru untuk berurusan dengan lingkungan. Anak mulai memikirkan tentang kejadian-kejadian tanpa melakukan tindakan. Anak mendapatkan benda sungguhan yang permanen dan mencari benda yang tidak terlihat (tersembunyi).
Tumbuh Kembang menurut Kohlberg adalah mengemukakan bahwa perkembangan kognitif mendasari kemajuan moral seseorang dari tingkat ke tingkat. Tahapan ini terjadi dalam urutan yang sama berdasarkan kultur. Individu berada dalam seberapa tepat dan seberapa jauh mereka maju melalui tahapan ini. Pada teori perkembangan moral Kohlberg, anak toddler berada pada tingkat premoral (lahir-9 tahun), pada fase orientasi hukuman dan kepatuhan (lahir-6 tahun). Pada tingkat premoral terdapat sedikit kewaspadaan mengenai apa yang dimaksud dengan prilaku moral yang bisa diterima secara social. Kontrol didapatkan dari luar. Anak menyerah pada kekuatan dan kepemilikan. Pada fase orientasi dan hukuman, peraturan dari orang lain diikuti untuk menghindari hukuman. Anak menggabungkan label dari baik buruk dalam prilaku dalam bentuk konsekuensi dari tindakan.
Tumbuh kembang menurut Erickson adalah setiap tahap memiliki krisis personal yang melibatkan konflik utama yang krisis pada saat itu. Perkembangan ego sangat dipengaruhi oleh pengaruh social dan cultural dan kesuksesan dari setiap krisis yang melibatkan perkembangan dari kebaikan yang khusus. Kesuksesan penguasaan pada setiap konflik dibangun pada keberhasilan, penyelesaian pusat konflik sebelumnya. Teori ini menunjukkan pentingnya hereditas dan lingkungan yang memiliki dasar epigenetik. Perkembangan ditentukan oleh prisip genetik dan berlangsung terus menerus sepanjang tahapan usia.
Untuk memenuhi tugas perkembangan tersebut perlu adanya dukungan dari orang tua sepenuhnya dan lingkungan yang positif untuk terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri, serta memberikan keyakinan yang jelas.
Menurut buku kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak (2007) dalam tahun pertama panjang badan bayi bertambah dengan 23cm (di negeri maju 25cm), sehingga anak pada umur 1 tahun panjangnya menjadi 71cm (75 cm di negeri maju). Kemudian kecepatan pertumbuhan berkurang sehingga setelah umur 2 tahun kecepatan pertambahan panjang badan kira – kira 5cm per-tahun.
h.         Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut Hidayat (2009) secara umum pertumbuhan dan perkembangan memiliki beberapa prinsip dan prosesnya. Prinsip tersebut dapat menentukan ciri atau pola dari pertumbauhan dan perkembangan setiap anak. Prinsip – prinsip tersebut antara lain sebagai berikut :
1)        Proses pertumbuhan dan perkembangan sangat bergantung pada aspek kematangan susunan syaraf pada manusia, dimana semakin sempurna atau kompleks kematangan syaraf maka semakin sempurna pula proses pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi mulai proses konsepsi sampai dengan dewasa.
2)        Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap individu semua sama, yaitu mencapai proses kematangan, meskipun dalam proses pencapaian tersebut tidak memiliki kecepatan yang sama antara individu yang satu dengan yang lain.
3)        Proses pertumbuhan dan perkembangan memiliki pola khas yang dapat terjadi mulai dari kepala hingga seluruh bagian tubuh atau mulai dari kemampuan yang sederhana hingga mencapai kemampuan yang kompleks sampai mencapai kesempurnaan dari tahap pertumbuhan dan perkembangan (Narendra, 2002).
i.           Faktor – faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
Menurut hidayat (2009) dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak, setiap individu akan mengalami siklus yang berbeda pada kehidupan manusia. Peristiwa tersebut dapat secara cepat maupun lambat tergantung dari individu atau lingkungan. Proses percepatan dan perlambatan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor herediter, faktor lingkungan, dan faktor hormonal.


1)         Faktor Herediter
Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak disamping faktor – faktor lain. Faktor herediter meliputi bawaan, jenis kelamin, ras, dan suku bangsa. Faktor ini dapat ditentukan dengan intensitas, kecepatan dalam pembelahan sel telur, tingkat sensitifitas jaringan terhadap rangsangan, usia pubertas, dan berhentinya pertumbuhan tulang.
Pertumbuhan dan perkembangan anak dengan jenis kelamin laki – laki setelah lahir, akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta akan bertahan sampai usia tertantu. Baik anak laki – laki maupun anak perempuan akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat ketika mereka mencapai masa pubertas.
Ras atau suku bangsa juga memiliki peran dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, hal ini dapat dilihat pada suku bangsa tertentu yang memiliki kecemderungan lebih besar atau tinggi, seperti orang Asia cenderung lebih pendek dan kecil di bandingkan orang Eropa atau lainnya.
2)         Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor yang memeganga peranan penting dalam menentukan tercapai atau tidaknya potensi yang sudng dimiliki. Faktor lingkungan ini dapat meliputi lingkungan prenatal (yaitu lingkungan dalam kandungan) dan lingkungan post natal (yaitu lingkungan setelah bayi lahir).
3)         Faktor Hormonal
Faktor hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang anak antara lain hormone somatotropin, tiroid, dan glukokortikoid. Hormone somatotropin (growth hormone) berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan dengan menstimulasi terjadinya proliferasi sel kartilago dan system skeletal. Hormon tiroid berperan menstimulasi metabolisme tubuh. Hormon glukokortiroid mempunyai fungsi menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari testis (untuk memproduksi testosterone) dan ovarium (untuk memperoduksi ekstrogen), selanjutnya hormone tersebut akan menstimulasi perkembangan seks, baik pada anak laki – laki maupun perempuan yang sesuai dengan peran hormonnya (Wong, 2000).
j.           Tahapan pertumbuhan dan perkembangan
Menurut hidayat (2009) tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan oleh masa atau waktu kehidupan anak. Secara umum terdiri atas masa prenatal dan masa postnatal.
1)        Masa Prenatal
Masa prenatal terdiri dua fase, yaitu fase embrio dan fase fetus. Pada fase embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi hingga 8 minggu pertama yang dapat terjadi perubahan yang cepat dari ovum menjadi sesuatu organisme dan terbentuknya manusia. Pada minggu ke-2, terjadi pembelahan sel dan pemisahan jaringan antara endoterm dan ectoderm. Pada minggu ke-3 terbentuk lapisan mesoderm. Pada masa ini sampai usia 7 minggu belum tampak adanya gerakan yang berarti melainkan hanya terdapat denyut jantung janin, yaitu sudah mulai dapat berdenyut sejak 4 minggu. Pada fase fetus terjadi sejak usia 9 minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40 terjadi peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan terutama pertumbuhan serta penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot.
2)        Masa Postnatal
Masa postnatal terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa prasekolah, masa sekolah dan masa remaja.
3)        Masa Neonatus (0-28 hari)
Pertumbuhan dan perkembangan postnatal atau dikenal dengan pertumbuhan dan perkembangan setelah ini diawali dengan masa neonatus (0 – 28 hari). Masa ini merupakan masa terjadinya kehidupan yang baru dalam ekstrauteri, yaitu adanya proses adaptasi semua system organ tubuh. Proses adaptasi dari organ tersebut dimulai dari aktifitas pernafasan yang disertai pertukaran gas dengan frekuensi pernafasan antara 35 – 50 kali per menit, penyesuaian denyut jantung antara 120 – 160 kali per menit dengan ukuran jantung lebih besar apabila dibandingkan dengan rongga dada. Selanjutnya terjadi aktifitas (pergerakan) bayi yang mulai meningkat untuk memenuhi kebutuhan gizi, seperti menangis, memutar – mutar kepala, mengisap (rooting reflex), dan menelan. Perubahan selanjutnya sudah dimulai proses pengeluaran tinja yang terjadi dalam waktu 24 jam yang didalamnya terdapat mekonium. Hal tersebut akan dilanjutkan dengan proses defekasi, seperti dari proses ekskresi dari apa yang dinamakan (ASI). Frekuensi defekasi tersebut dapat berkisar antara 3 – 5 kali seminggu (bergantung pada kondisi bayi dan susu yang dikonsumsi) namun banyak juga dijumpai bayi yang mengalami konstipasi pada bayi dengan PASI.
Perubahan pada fungsi organ yang lainnya adalah ginjal yang belum sempurna, urin masih mengandung sedikit protein dan pada minggu pertama akan dijumpai urin warna merah muda karena banyak mengandung senyawa urat, kemudian kadar hemoglobin dara tepi pada neonatus berkisar antara 17 – 19 g/dl, kadar hematocrit saat lahir adalah 52%, terjadi peningkatan kadar leukosit sekitar 25.000 – 30.000 / ul, dan setelah usia satu minggu akan terjadi penurunan hingga kurang dari 14.000 / ul. Keadaan fungsi hati pun masih relatif imatur dalam memproduksi faktor pembekuan, sebab belum tebentuknya flora usus yang akan berperan dalam absorpsi vitamin K dan immunoglobulin untuk kekebalan bayi.
Menurut Riyadi (2009) tahap pertumbuhan dan perkembangan anak mulai dari umur 0 sampai dengan 1 tahun meliputi :
1)        Umur 0-1 bulan
Secara fisik meliputi berat badan akan meningkat 150-200 gr/mg, tinggi badan akan meningkat 2,5 cm/bulan, lingkar kepala meningkat 1,5 cm/bulan. Besarnya kenaikan seperti ini akan berlangsung sampai bayi umur 6 bulan. Pada motorik : Bayi akan mulai berusaha untuk mengangkat kepala dengan dibantu oleh orang tua, tubuh ditengkurapkan, kepala menoleh kekiri maupun kekanan, reflek menghisap, menelan, menggenggam sudah mulai positif. Sedangkan sensoris mata mengikuti sinar ke tengah, serta sosialisasi bayi sudah mulai tersenyum pada orang yang ada disekitarnya.
Gambar 2.1 Bayi Umur 0-1 bulan

2)        Umur 2-3 bulan
Secara fisik fontanel posterior sudah menutup. Pada motorik : mengangkat kepala, dada dan berusaha untuk menahannya sendiri dengan tangan, memasukkan tangan kemulut, mulai berusaha untuk meraih benda-benda yang menarik yang ada disekitarnya, dapat didudukkan dengan posisi punggung disokong, mulai asyik bermain-main sendiri dengan tangan dan jarinya. Secara sensoris sudah bias mengikuti arah sinar ke tepi, koordinasi keatas dan kebawah, mulai mendengarkan suara yang didengarnya.
Gambar 2.2  Bayi Umur 2-3 bulan
3)        Umur 4-5 bulan
Secara fisik berat badan menjadi dua kali dari berat badan lahir, ngeces karena tidak adanya koordinasi menelan saliva. Pada motorik : Jika didudukkan kepala sudah bisa seimbang dan sudah mulai kuat. Sedangkan sensoris sudah bisa mengenal oranng-orang yang sering berada didekatnya.
Gambar 2.3  Bayi Umur 4-5 bulan
4)        Umur 6-7 bulan
Secara fisik berat badan meningkat 90-150 gr/minggu, tinggi badan meningkat 1,25 cm/bulan, lingkar kepala meningkat 0,5 cm/bulan, besarnya kenaikan seperti ini akan berlangsung sampai bayi berusia 12 bulan (6 bulan kedua), gigi sudah mulai tumbuh. Pada motorik : Sudah bisa membalikkan badan sendiri, mengambil mainan dengan tangannya, senang memasukkan kaki ke mulut, sudah bisa memasukkan makanan ke mulut sendiri.
Gambar 2.4  Bayi Umur 6-7 bulan

5)        Umur 8-9 bulan
Secara fisik duduk dengan sendirinya dan mulai belajar untuk merangkak. Sedangkan pada sensoris bayi tertarik dengan benda-benda kecil yang ada disekitarnya.
Gambar 2.5  Bayi Umur 8-9 bulan
6)        Umur 10-12 bulan
Secara fisik berat badan tiga kali berat badan waktu lahir, gigi bagian atas dan bawah sudah mulai tumbuh. Pada motorik bayi sudah mulai belajar berdiri tetapi tidak tahan lama, belajar berjalan dengan bantuan, sudah bisa berdiri dan duduk sendiri, mulai belajar makan dengan menggunakan sendok, sudah bisa bermain ci….luk….ba….,mulai sering mencoret-coret kertas. Sedangkan sensoris bayi sudah dapat membeda-bedakan bentuk. Serta sosialisasi emosi positif, cemburu, marah, lebih senang pada lingkungan yang sudah diketahuinya, seudah mengerti namanya sendiri dan sudah bisa menyebut papa mama.
Gambar 2.6  Bayi Umur 10-12 bulan
Tahap pertumbuhan anak menurut buku kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak (2007):
1)        Pertumbuhan yang cepat sekali dalam tahun pertama, yang kemudian mengurang secara berangsur – angsur sampai umur 3 – 4 tahun.
2)        Pertumbuhan yang berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik.
3)        Pertumbuhan cepat pada masa akil balik (12 – 16 tahun)
4)        Perubahan kecepatannya mengurang berangsur – angsur sampai suatu waktu (kira – kira umur 18 tahun) berhenti.
k.         Deteksi Dini Tumbuh Kembang
Menurut Vivian (2011) ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang, yakni sebagai berikut :
1)        Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui /  menemukan status gizi kurang / buruk dan sebagai berikut.
2)        Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui gangguan perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat dan gangguan daya dengar.
3)        Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya masalah mental emosional, autism dan gangguan pemutusan perhatian, serta hiperaktivitas.
l.           Pola Pertumbuhan dan Perkembangan
Pola pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi selama proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang dapat mengalami percepatan maupun perlambatan yang saling berhubungan antara satu organ yang lain. Dalam peristiwa tersebut akan mengalami perubahan pola pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya sebagaiberikut.
1)        Pola pertumbuhan fisik yang terarah
Pola ini memiliki dua prinsip atau hokum perkembangan yaitu prinsip cephalocaudal dan prinsip proximodistal.
(a)      Cephalocaudal atau head to tail direction (dari arah kepala kemudian kekaki). Pola pertumbuhan dan perkembangan ini dimulai dari kepala yang ditandai dengan perubahan ukuran kepala yang lebih besar, kemudian berkembang kemampuan untuk menggerakkan lebih cepat dengan menggelengkan kepala dan dilanjutkan kebagian ekstremitas bawah lengan, tangan, dan kaki. Hal tersebut merupakan pola searah dalam pertumbuhan dan perkembangan.
(b)     Proximodistal atau near for direction. Pola iniai dengan menggerakkan anggota gerak yang paling dekat dengan pusat / sumbu tengah kemudian menggerakkan anggota gerak yang lebih jauh atau kearah bagian tepi, seperti menggerakkan bahu terlebih dahulu lalu jari – jari. Hal tersebut juga dapat dilihat pada perkembangan berbagai organ yang ada ditengah, seperti jantung, paru, pencernaan, dan yang lain akan lebih dahulu mencapai kematangan.
2)        Pola perkembangan dari umum ke khusus
Pola ini dikenal dengan mana pola mass to specific atau to complex. Pola pertumbuhan dan perkembangan ini dapat dimulai dengan menggerakkan daerah yang lebih umum (sederhana) dahulu baru kemudian daerah yang lebih kompleks (khusus), seperti melambaikan tangan kemudian baru memainkan jarinya atau menggerakkan badan atau tubuhnya sebelum mempergunakan kedua tungkainya untuk menyangga, melangkah, dan / atau mampu berjalan.
3)        Pola perkembangan berlangsung dalam tahapan perkembangan
Pola ini mencerminkan ciri khusus dalam setiap tahapan perkembangan yang dapat digunakan untuk mendeteksi perkembangan selanjutnya, seperti seorang anak pada usia empat tahun mengalami kesulitan dalam berbicara atau mengemukakan sesuatu, atau terbatas dalam perbendaharaan kata, maka dapat diramalkan akan mengalami kelambatan pada seluruh aspek perkembangan. Pada pola ini tahapan perkembangan dibagi menjadi lima bagian yang tentunya memiliki prinsip atau ciri khusus dalam setiap perkembangannya sebagai berikut.
(a)      Masa pra lahir, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada alat dan tubuh.
(b)      Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan diluar Rahim dan hamper sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan.
(c)      Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhinya serta memiliki kemampuan untuk melindungi dan menghindar dari hal yang mengancam dirinya.
(d)     Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat, sikap, minat, dan cara penyesuaian dengan lingkungan, dalam hal ini keluarga dan teman sebaya.
(e)      Masa remaja, terjadi perubahan kearah dewasa sehingga kematangan ditandai dengan tanda – tanda pubertas.


4)        Pola perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan (belajar)
Proses kematangan dan belajar selalu mempengaruhi perubahan dalam perkembangan anak. Terdapat saat yang siap untuk menerima sesuatu dari luar untuk mencapai proses kematangan. Kematangan yang dicapainya dapat disempurnakan melalui rangsangan yang tepat, masa itulah dikatakan sebagai masa kritis yang harus dirangsang agar mengalami pencapaian perkembangan selanjutnya melalui proses belajar.

5.        Konsep DDST – II (Denver Development screening Test)
a.         Pengertian
Denver Development screening Test (DDST) adalah suatu metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak (Sudarti, khoirunnisa, 2010). Denver Development screening Test (DDST) adalah suatu metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, dengan aspek penilaian 125 tugas perkembangan (Yongki, Judha, dkk, 2012). Denver Development screening Test (DDST) adalah suatu metode pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang balita dan anak pra sekolah (Soetomonggolo, 2003). Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental Screening Test (DDST-R). Adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit (Muslihatun, 2010). Denver Developmental Screening Test (DDST) adalah sebuah upaya melakukan penilaian yang umum digunakan untuk memeriksa anak-anak usia 0-6 tahun dalam mendeteksi  kemajuan perkembangan  mereka. Nama “Denver” diambil, karena tes pemeriksaan  ini diciptakan di University of Colorado Medical Center di Denver.
The Screening Denver Uji Developmental (DDST) adalah banyak digunakan untuk penilaian kemajuan pembangunan yang memeriksa anak-anak sejak lahir sampai usia enam, dibuat pada tahun 1969. Ada kekhawatiran yang dibangkitkan dari waktu tertentu tentang item dalam tes dan, ditambah dengan perubahan nilai normal, diputuskan bahwa revisi utama dari ujian yang diperlukan pada tahun 1992 - yang DENVER II. Ini pada awalnya dirancang di University of Colorado Medical Center, Denver, Amerika Serikat.
Sejarah DDST II menurut William K. Frankenborg dan Josiah B. Dodds, DDST diperkenalkan pertama kali pada tahun 1967 untuk membantu tenaga kesehatan mendeteksi masalah perkembangan potensial pada anak – anak dibawah usia 6 tahun. Uji ini dapat dilakukan dalam waktu 20 – 30 menit tanpa pelatihan yang luas atau peralatan mahal. Di gunakan secara luas sejak dipublikasikan yang telah diadaptasi untuk digunakan dan distandarisasi oleh lebih dari 12 negara dan telah digunakan untuk menskrining lebih dari 50 juta anak diseluruh dunia. Direvisi menjadi DDST II.
Uji skrining yang dapat diterima harus sangat sensitive (mendeteksi hamper semua anak yang bermasalah) dan secara spesifik dapat diterima (tidak mengidentifikasi terlalu banyak anak yang tanpa masalah). Skrining ini juga harus mengukur apa yang dimaksud dengan mengukur (validitas isi), memberikan hasil yang sama pada pengukuran ulang dan pengukuran oleh berbagai pemeriksa (uji – uji ulang dan rehabilitas antar – hasil), dan secara relatif cepat dan tidak mahal. Tidak ada dari uji skrining ini yang seluruhnya memuaskan. Banyak yang memerlukan waktu terlalu lama untuk melakukan selama kunjungan pemeriksaan kesehatan rutin. Tiga Uji Skrining Perkembangan Denver (the Denver Developmental Screening Test (DDST),skala pristiwa Bahasa Penting Awal (the Early Language Milestone (ELM )scale), dan Skala Bahasa Klinis dan Peristiwa Pendengaran Penting (the Clinical (Capute) Linguistic and Auditory Milestone Scale (CLAMS)) (Needlman, 2002).
Uji skrining perkembangan yang paling luas digunakan adalah DDST. Pertama kali dipublikasikan pada tahun 1969, DDST memberikan penilaian empat domain perkembangan pribadi – sosial, penyesuaian motorik halus, bahasa dan motorik kasar untuk anak sejak lahir sampai umur 6 tahun. DDST telah dikritik karena kurang mengidentifikasi anak dengan kemampuan perkembangan, khususnya dalam masalah bahasa. Validitas peramalan, kemampuan uji untuk meramalkan keterlambatan kognitif umur yang lebih tua terbatas, kecuali untuk anak yang terdeteksi keterlambatan berat. Uji ini pernah dimaksudkan untuk meramalkan, hanya untuk mendeteksi, kemampuan dibawah normal dibandingkan dengan umur sebayanya. Namun, peringatan ini menimbulkan masalah yang tidak terjawab mengenai kebutuhan pelayanan, karena pelayanan perkembangan tidak akan terindikasi untuk anak yang mungkin dapat sembuh tanpa uji ini. Uji ini diterbitkan kembali sebagai DDST II dengan seksi bahasa yang sangat diperluas; penghapusan artikel – artikel yang sukar dilakukan dan standarisasi ulang pada sampel yang besar. DDST II telah dilaporkan mempunyai sensitifitas yang lebih besar, terutama untuk keterlambatan berbahasa (Needlman, 2002).







Gambar 2.7 Denver Development screening Test (DDST-II)
Metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, dengan aspek penilaian 125 tugas perkembangan, meliputi:
1)        Personal sosial (perilaku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2)        Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian – bagian tubuh tertentu dan dilakukan otot – otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
3)        Grass Motor (gerakan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
4)       Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan
b.         Penilaian perkembangan pada anak
Untuk menilai perkembangan anak, hal yang dapat dilakukan pertama kali adalah melakukan wawancara tentang faktor kemungkinan yang menyebabkan gangguan dalam perkembangan, tes skrining perkembangan anak dengan DDST, tes IQ dan tes psikologi, atau pemeriksaan lainnya. Selain itu, juga dapat dilakukan tes seperti evaluasi dalam lingkungan anak, yaitu interaksi anak selama ini, evaluasi fungsi penglihatan, pendengarkan, bicara, bahasa, serta melakukan pemeriksaan fisik lainnya, seperti pemeriksaan neurologis, metabolik dan lain – lain.
Pada penilaian tahap ini, beberapa tes yang dapat digunakan diantaranya tes inteligensi Stanford Bined, skala inteligensi Wechsler untuk anak prasekolah dan sekolah, skala perkembangan menurut Gesell (Gesell infant scale),  skala Bayle (bayle infant scale of development),  tes bentuk geometris, tes motor visual bender Gestalt, tes menggambar orang, tes perkembangan adaptasi sosial, DDST, serta diagnostik perkembangan fungsi munchen tahun pertama. Dalam buku ini hanya akan dibahas mengenai tes perkembangan menurut DDST.
Pada saat ini terdapat beberapa perkembangan dalam penggunaan tes DDST, misalnya revisi atau perubahan dalam penggunaan tes yang dikenal dengannama DDST II. Pada awalnya tes ini dikenal dengan DDST, kemudian terjadi revisi dengan nama DDST-R dan saat ini menggunakan istilah DDST II yang sudah mengalami penyempurnaan dalam pengukuran.
Penilaian DDST ini menilai perkembangan anak dalam empat faktor, diantaranya penilaian terhadap personal sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar dengan persyaratan tes sebagai berikut.


1)      Lembar formulir DDST II.
2)      Alat bantu atau peraga seperti benang wol merah, manik – manik, kubus berwarna merah, kuning, hijau dan biru, permainan bola kecil, serta bola tenis kertas dan pensil.
c.         Cara pengukuran DDST dijabarkan sebagai berikut.
1)      Tentukan usia anak pada saat pemeriksaan.
2)      Tarik garis pada lembar DDST II sesuai dengan usia yang telah ditentukan.
3)      Lakukan pengukuran pada anak tiap komponen dengan batasan garis yang ada mulai dari motorik kasar, bahasa, motorik halus, dan personal sosial.
4)      Tentukan hasil penilaian apakah normal, meragukan, atau abnormal.
a)         Keterlambatan (abnormal) apabila terdapat 2 keterlambatan atau lebih pada 2 sektor, atau bila dalam 1 sektor di dapat 2 keterlambatan atau lebih ditambah 1 sektor atau lebih terdapat 1 keterlambatan.
b)        Meragukan apabila 1 sektor terdapat 2 keterlambatan atau lebih, atau 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan.
c)         Dapat juga dengan menentukan ada tidaknya keterlambatan pada masing-masing sektor bila menilai tiap sektor atau tidak menyimpulkan gangguan perkembangan keseluruhan. (Soetjiningsih, 1998)
d)        Setelah dilakukan tes, dilakukan penilaian, apakah Lulus (Passed = P), gagal tetapi belum melampaui batas umur (Fail = F), gagal karena sudah melampaui batas umur (Delay = D) atau anak tidak mendapatkan kesempatan tugas atau anak menolak melakukan tugas (No opportunity = NO). Setelah itu dihitung pada masing-masing sector, berapa yang P, F, dan D.

B.       Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Yang Memiliki Bayi Usia 12 Bulan Dengan Penerapan DDST-II
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Dan sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan dan sikap ibu tentang tumbuh kembang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang ibu. Hal ini akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan pada bayi. Ibu mempunyai pengetahuan yang baik berarti mempunyai pemahaman yang baik tentang pertumbuhan dan perkembangan, sehingga ibu akan mempunyai sikap yang positif terhadap konsep tumbuh kembang.
Menurut hidayat (2009) dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak, setiap individu akan mengalami siklus yang berbeda pada kehidupan manusia. Peristiwa tersebut dapat secara cepat maupun lambat tergantung dari individu atau lingkungan. Proses percepatan dan perlambatan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor herediter, faktor lingkungan, dan faktor hormonal.
Setiap tahap memiliki krisis personal yang melibatkan konflik utama yang krisis pada saat itu. Perkembangan ego sangat dipengaruhi oleh pengaruh sosial dan kultural dan kesuksesan dari setiap krisis yang melibatkan perkembangan dari kebaikan yang khusus. Kesuksesan penguasaan pada setiap konflik dibangun pada keberhasilan, penyelesaian pusat konflik sebelumnya. Teori ini menunjukkan pentingnya hereditas dan lingkungan yang memiliki dasar epigenetik. Perkembangan ditentukan oleh prinsip genetik dan berlangsung terus menerus sepanjang tahapan usia.
Secara umum pertumbuhan dan perkembangan memiliki beberapa prinsip dan proses. Proses pertumbuhan dan perkembangan sangat bergantung pada aspek kematangan susunan syaraf pada manusia, dimana semakin sempurna atau kompleks kematangan syaraf maka semakin sempurna pula proses pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi mulai proses konsepsi sampai dengan dewasa. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap individu semua sama, yaitu mencapai proses kematangan, meskipun dalam proses pencapaian tersebut tidak memiliki kecepatan yang sama antara individu yang satu dengan yang lain. Proses pertumbuhan dan perkembangan juga memiliki pola khas yang dapat terjadi mulai dari kepala hingga seluruh bagian tubuh atau mulai dari kemampuan yang sederhana hingga mencapai kemampuan yang kompleks sampai mencapai kesempurnaan dari tahap pertumbuhan dan perkembangan (Narendra, 2002).
Pengetahuan dan sikap ibu tentang penerapan DDST-II terhadap tumbuh kembang bayi diharapkan menjadi lebih baik. Karena mayoritas pengetahuan dan sikap ibu tentang penerapan DDST-II terhadap bayinya masih kurang sehingga menjadi indikator dalam menentukan tumbuh kembang bayi karena merupakan cerminan dari menurunnya percepatan pertumbuhan dan perkembangan bayi. Proses percepatan dan perlambatan tumbuh kembang dapat dipengaruhi oleh faktor herediter, faktor lingkungan, dan faktor hormonal sehingga pertumbuhan dan perkembangan berkaitan dengan masalah perubahan dalam hal besar, jumlah, ukuran, atau dimensi, baik pada tingkat sel, organ, maupun individu.
Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus, perkembangan motorik kasar, perkembangan bahasa dan perkembangan adaptasi sosial. Untuk mengetahui perkembangan tersebut terdapat sebuah upaya melakukan penilaian yang umum digunakan untuk memeriksa anak usia 0 – 6 tahun dalam mendeteksi kemajuan dan perkembangan anak yang disebut Denver Development Screening Test (DDST). DDST dibuat pada tahun 1969. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. Ada kekhawatiran yang dibangkitkan dari waktu tertentu tentang item dalam tes dan, ditambah dengan perubahan nilai normal, diputuskan bahwa revisi utama dari ujian yang diperlukan pada tahun 1992 yang disebut DENVER – II. Ini pada awalnya dirancang di University of Colorado Medical Center, Denver, Amerika Serikat. Menurut William K. Frankenborg dan Josiah B. Dodds, DDST diperkenalkan pertama kali pada tahun 1967 untuk membantu tenaga kesehatan mendeteksi masalah perkembangan potensial pada anak – anak dibawah usia 6 tahun. Uji ini dapat dilakukan dalam waktu 20 – 30 menit tanpa pelatihan yang luas atau peralatan mahal. Di gunakan secara luas sejak dipublikasikan yang telah diadaptasi untuk digunakan dan distandarisasi oleh lebih dari 12 negara dan telah digunakan untuk menskrining lebih dari 50 juta anak diseluruh dunia.

C.      Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lain dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Berikut ini adalah Kerangka Konsep penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Yang Memiliki Bayi Usia 12 Bulan Dengan Penerapan DDST-II.
Penerapan DDST-II
Ibu yang memiliki bayi
Pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang dan DDST
Hubungan pengetahuan tentang metode DDST-II
Hubungan sikap tentang metode DDST-II
Sikap ibu tentang tumbuh kembang dan penerapan DDST
Pendidikan
Sesuai dengan Tahap Tumbuh Kembang










Bagan 2.1 Kerangka Konsep penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Yang Memiliki Bayi Usia 12 Bulan Dengan Penerapan DDST-II.

Keterangan :   
                      : Diteliti
                      : Tidak diteliti
                      : Berpengaruh 


D.      Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Biasanya hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungan antara dua variabel, variabel bebas dan variabel terikat. Jadi, hipotesis itu merupakan suatu kesimpulan sementara atau jawaban sementara dari rumusan masalah atau pernyataan penelitian (Nursalam, 2003). 
Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dalil sementara, yang keberadaannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian, maka hipotesis ini benar atau salah, dapat diterima atau ditolak (Hidayat, 2007).
Berdasarkan tujuan umum penelitian, maka peneliti memberikan hipotesa sebagai berikut :
a)         Hipotesis nol (Ho)
1)        Tidak ada Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Yang Memiliki Bayi Usia 12 Bulan Dengan Penerapan DDST-II Di Posyandu Cempaka Desa Karang Tunggal Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Dalam Kec. Tenggarong Seberang.
2)        Tidak ada Hubungan Sikap Ibu Yang Memiliki Bayi Usia 12 Bulan Dengan Penerapan DDST-II Di Posyandu Cempaka Desa Karang Tunggal Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Dalam Kec. Tenggarong Seberang.
b)         Hipotesis alternatif (Ha)
1)        Ada Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Yang Memiliki Bayi Usia 12 Bulan Dengan Penerapan DDST-II Di Posyandu Cempaka Desa Karang Tunggal Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Dalam Kec. Tenggarong Seberang.
2)        Ada Hubungan Sikap Ibu Yang Memiliki Bayi Usia 12 Bulan Dengan Penerapan DDST-II Di Posyandu Cempaka Desa Karang Tunggal Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Dalam Kec. Tenggarong Seberang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar